skip to main |
skip to sidebar
Unknown || Senin, 20 Mei 2013 || Musik,sejarah ||
Tak
ada yang tahu pasti kapan dan di mana munculnya budaya punk pertama
kali. Tapi ada sebuah catatan penting ketika sebuah grup band dari
Inggris yang dalam tiap pertunjukannya selalu dihadiri anak-anak muda
dengan dandanan berbeda dari yang lain. Nama band itu adalah Sex Pistols
dan hit mereka yang terkenal adalah “Anarchy in U.K.” Wabah ini secara
cepat menyebar ke Eropa.
Punk muncul sebagai bentuk reaksi
masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di
pinggiran kota-kota Inggris, terutama kelompok anak muda, terhadap
kondisi keterpurukan ekonomi sekitar tahun 1976-1977. Kelompok remaja
dan kaum muda ini merasa bahwa sistem monarkilah yang menindas mereka.
Dari sini muncul sikap resistensi terhadap sistem monarki.
Kemarahan-kemarahan ini diwujudkan dalam bentuk musik yang berisi
lirik-lirik perlawanan dan protes sosial politik serta cara berpakaian
yang tidak lazim. Konser-konser musik digelar sebagai media untuk
mengampanyekan ide-ide mereka.
Dari Rock n’ roll ke Punk
Punk sebetulnya memiliki dasar sikap yang sama dengan musik rock n’
roll, aliran musik yang lahir pada tahun 1955. Dulu, rock n’ roll itu
menjadi musik milik generasi muda yang ingin memberontak terhadap
kemapanan, sehingga dijauhi dan tidak disukai para orang tua. Tapi saat
rock mulai kehilangan gereget dan dianggap monoton, mulailah ada
kasak-kusuk untuk menciptakan jenis musik baru yang ekstrem sebagai
reaksi melawan kejenuhan tadi. Dari keresahan itulah aliran punk lahir.
Tidak seperti aliran musik lainnya, punk lebih mengutamakan pelampiasan
energi dan curhat ketimbang aspek teknis bermain musik. Para pencinta
punk berprinsip bahwa tidak perlu jago bermain musik, yang penting
penampilan oke dan yang namanya unek-unek harus bisa dikeluarkan. Dan
memang, buktinya, almarhum Sid Vicious dari Sex Pistols tidak jago
bermain bass. Meski demikian, orang-orang tidak memandangnya dengan
remeh dia. Malah justru Sid banyak digandrungi para pencinta punk.
Pada tahun 1964, terjadi serbuan besar-besaran grup asal Inggris ke
Amerika. Dan yang menjadi “biang keladinya” adalah The Beatles. Melihat
trend baru itu, remaja Amerika pun sadar bahwa sebuah grup sanggup
mengerjakan semuanya sendiri. Maka di berbagai pelosok Amerika,
anak-anak sekolah pun mulai membentuk band dan latihan di garasi rumah
mereka sendiri. Karena mereka baru belajar, musiknya pun tidak yang
susah-susah. Mereka cenderung belajar dari grup-grup yang alirannya
simple tapi nge-rock, macam Rolling Stones, The Whom atau Yardbirs, yang
musiknya lebih menitikberatkan pada riff dan power, bukan struktur lagu
yang njelimet.
Maka ketika mereka pada gilirannya mulai
menulis lagu sendiri, musik mereka mempunyai ciri khas sederhana tapi
“kencang” atau “ber-power”, biasanya dengan satu riff gitar yang di
ulang-ulang. Tapi meski bentuknya masih “primitif”, musik yang mereka
ciptakan mampu menggugah semangat pendengar. Sesuai dengan tempat
kelahirannya, orang memberi julukan untuk warna musik ini: Garage Rock.
Grup-grup yang lahir contohnya The Standells, The Seeds, The Music
Machine, The Leaves, dan lain-lain. Dan dari sini lahirlah sound yang
selanjutnya berkembang jadi punk rock.
Dari Iggy hingga Ramones
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas
bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock
mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi
punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang
menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes
demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan
rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum
jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi
aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Akibatnya
punk dicap sebagai musik rock n’ roll aliran kiri, sehingga sering
tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi.
Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Memasuki dekade 70-an,
punk mulai menemukan bentuknya seperti yang kita kenal sekarang. Ciri
pemberontakannya makin kentara, dan segala rupa aksi panggung yang
ugal-ugalan pun mulai muncul. Dari generasi pelopor punk ini ada dua
nama yang boleh disebut paling menonjol yaitu MC 5 dan Iggy and The
Stooges.
Iggy adalah salah satu dari segelintir pentolan punk
yang kiprahnya masih berlanjut sampai dasawarsa 90-an. Dan seiring
dengan lahirnya generasi baru punk rock, namanya pun makin diakui
sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam musik rock pada
umumnya, dan punk pada khususnya.
Tahun 1975 lahirlah beberapa
grup musik baru seperti Blondie yang ngepop, Talkin Heads yang avant
garde, The Voidoids yang berkutat dengan gitar, dan The Dead Boys yang
nyeleneh. Dan ada The Ramones. Ramones punya citra seperti tokoh kartun.
Empat anak jalanan asal Queens yang tampil gahar dengan jaket kulit dan
jeans belel, seperti geng. Gerombolan ini memancang mitos bahwa mereka
satu keluarga. Pada tanggal 4 Juli 1976,
Ramones mengadakan
konser perdananya di Inggris. Entah itu tanggal keramat atau apa, konser
mereka meninggalkan bekas yang dalam diri kaum muda Inggris yang
menyaksikannya. Konser itu disaksikan oleh para pentolan grup yang
belakangan memotori kebangkitan punk di Inggris, yaitu Sex Pistols, The
Damned, dan The Clash.
Dari Sex Pistols hingga Green Day
Sex Pistols dan The Clash memasukkan aspek baru dalam perkembangan punk,
yaitu protes sosial dan politik. Kedua grup ini menjadi penyambung
lidah kaum muda Inggris yang frustrasi. Mulailah mereka menyuarakan
protes terhadap segala ketidakadilan yang mereka lihat sehari-hari. Cuma
saja pendekatan mereka berbeda, sesuai dengan latar belakang kehidupan
masing-masing.
Di tahun 1980-an, di saat era punk di Inggris
datang dan pergi, di berbagai penjuru dunia mulai muncul berbagai macam
band beraliran punk dan belakangan menjadi legenda setempat. Di
Irlandia, misalnya, ada grup The Understones. Di Australia ada The
Saints. Dan di Selandia Baru ada The Clean.
Di Amerika
gelombang terbaru pemusik punk AS bukan berasal dari New York, melainkan
dari California. Generasi ini mendapat pengaruh yang sama besar dari
The Ramones dan Sex Pistols. Tapi agak lain dengan kedua mentornya itu,
mereka sangat serius menghayati prinsip-prinsip dasar punk. Bagi mereka
punk bukan sekadar aliran musik, melainkan juga identitas, gaya hidup,
bahkan juga gaya hidup bahkan prinsip.
Di selatan LA, tepatnya
di Hermosa Beach, sebuah kelompok punk metal baru bernama Black Flag
bela-belain menyewa gereja sebagai tempat latihan mereka. Tempat ini
selanjutnya menjadi pusat kegiatan pencinta punk setempat. Grup-grup
yang lahir di sana The Circle Jerk, Social Distortion, dan Suicidal
Tendencies, dan lain-lain. Mereka lebih berhaluan keras. Penampilannya
lebih brutal dan liriknya lebih radikal.
Sementara di San
Francisco aliran punk lebih berpolitik. Di sana muncul nama-nama macam
The Avengers, The Dils, dan yang paling dominan The Dead Kennedys. Grup
yang terakhir disebut tadi melancarkan protes keras terhadap berbagai
hal, mulai dari kebijaksanaan pemerintah sampai fasisme. Musik mereka
berada di perbatasan antara punk yang melodius dan hardcore murni.
New York juga melahirkan grup-grup yang belakangan memperkaya khazanah
musiknya dengan unsur lain, seperti Beasty Boys dan Sonic Youth. Dan ada
juga The Misfits, yang mengungsi dari New Jersey.
Pada
akhir tahun 1980-an benih kebangkitan generasi kedua mulai ditanam di
LA. Dulu, awal dasawarsa ini, di San Fernando pernah berdiri sebuah grup
band bernama Bad Religion. Bad Religion memiliki personelnya yang
rata-rata sangat intelek. Saking inteleknya, lagu mereka sering memakai
kata-kata yang membuat orang Amerika harus membuka kamus. Bad Religion
merupakan band yang memelopori berdirinya generasi baru grup-grup punk
California. Sebut saja macam Dag Nasty, Pennywise, NOFX, dan belakangan
tentu saja Rancid, Offspring, serta Green Day.
Punk dan Gaya Hidup
Punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup
dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan
seni avant-garde, yaitu dandanan nyeleneh, mengaburkan batas antara
idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara
terang-terangan, menggunakan para performer berkualitas rendah, dan
mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya
hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal,
bahwa hebohnya penampilan harus disertai dengan hebohnya pemikiran.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh
karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk
mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak
citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan
melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari
hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan,
seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala
feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots,
rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh,
antikemapanan, antisosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah,
pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang
berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang
berlandaskan dari keyakinan DIY atau do it yourself. Penilaian punk
dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya
yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi,
ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Punk dan Anarkisme
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam
di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu.
Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan
Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead
Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa
pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll.
Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang
pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang
sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan
kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Kaum
punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata.
Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik
dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa
menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan
mereka.
Keterlibatan
kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru
dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan
tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme
sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk. Dari tahun ke
tahun, musik punk terus mengalami perubahan bentuk. Yang tidak berubah
adalah semangat pemberontakannya.
* dari berbagai sumber
Posting Komentar